Kamis, 28 Agustus 2014

37 (puisi)

37, sekian lama aku hidup.
Ternyata 37 tahun, belumlah cukup diri ini mengarungi bumi-Mu Tuhan...
Rasanya belum banyak ilmu yang aku timba,
Belum cukup mahir diri ini mengayunkan pedang waktu.
Hingga aku tercabik-cabik perilaku sia-sia.
Berkali-kali jatuh pada lubang yang sama, Itulah aku

Senin, 18 Agustus 2014

Kangen

Entahlah... hatiku tak menentu, aku kangen. Sudah lama tak bersua dengannya. "RUMAH DUNIA". Beberapa bulan belakangan ini aku tak mendatangi komunitas ini. Komunitas dimana para seniman menempa diri, saling berbagi jiwa seni, saling memotivasi. Para penulis menorehkan tintanya, para pelukis mengayunkan kuasnya, para penari melenggokkan tubuhnya, para dramawan asyik dengan perannya, semuanya tampak menarik. 

Minggu, 17 Agustus 2014

Laporan Kecil dari Sudut Kali Pesanggrahan (latihan bikin berita)

         


Minggu, 17 Agustus 2014 sekitar pukul 17.00 WIB, aku tiba di sudut Kali Pesanggrahan Jakarta Selatan. Salah satu sungai yang terkenal banjirnya saat musim penghujan. Agak terlambat memang, karena lomba panjat pinang sudah berlangsung lama. Tapi tak apalah daripada tidak melihat sama sekali.
          Terlihat peserta lomba panjat pinang sudah belepotan lumpur, sebagian ada yang berendam di kali, sekedar membersihkan tubuh agar lumpur tidak melekat, dan tidak menambah licin saat memanjat. Suara riuh penonton menggema, memberi semangat pada peserta peserta agar tak patah arang. hadiah-hadiah bergelantungan di sebuah lingkaran bambu . Ada handphone, kaos, minuman botol plastik, 1 dus mie instan, pakaian anak kecil, snack, dan lain-lain.  Sang Merah Putih berkibar dengan gagah di puncak tertinggi.



        Batang pinang miring ke arah kali. Panitia menyangga ujungnya dengan dua batang bambu.di kanan dan kiri,  supaya batang pinang tidak roboh. Para peserta lomba, terlihat sudah kelelahan. Peserta terdiri dari berbagai umur, seperti Wawan(33), Alung(34), Riswandi(17), Fikar(18), Endang(27), Rohmani(42), Yongky (25), Edy (20) dan kira-kira lebih dari 10 peserta lain yang aku kenal wajahnya tapi tak tahu namanya. Lomba panjat pinang kali ini pesertanya sangat banyak, tak seperti di tahun-tahun sebelumnya.



         Tak disangka dan tak diduga, Iwan,  seorang penonton di bagian depan yang sedang asyik duduk di tanggul kali ditarik oleh salah seorang peserta, dibopong beramai-ramai dan diceburkan ke kali. Maksudnya supaya ikut lomba. Pria berkacamata ini hanya bisa tertawa, dan mau tidak mau ikut lomba, karena sudah terlanjur basah dan belepotan lumpur.
       Mereka berjibaku untuk bisa mencapai puncak. Jatuh, bangun, jatuh lagi, bangun lagi, begitulah seterusnya. Walaupun berat, sulit, licin, tapi tak mengenal kata menyerah. Itulah pilosofi lomba panjat pinang, bersatu untuk satu tujuan. Persis seperti pejuang-pejuang kita dulu merebut kemerdekaan.
         Kejutan kedua, seorang ABG bernama Awal ditarik kedalam arena, dan diceburkan ke kali, bergabung dengan mereka yang butuh bantuan tenaga. Remaja berkulit putih ini dengan tepaksa melepas jaket hijau dan kaos putih yang membalut tubuhnya. Kemudian ia bergabung ikut bertumpu menyokong tubuh-tubuh temannya.





        Suara riuh rendah bersahut-sahutan. Tak lama kemudian Endang berhasil menaiki puncak, dan bertengger di atas bambu bersilang. Pertama-tama ia mengambil minuman-minuman botol plastik dan dilemparkan ke teman-temannya yang berada di bawah. Saya sangat salut, dengan penganten baru ini. Saat ia berada di puncak, yang pertama-tama yang ia ingat adalah kawan-kawannya yang saling  bertumpu menyokongnya. Setelah kawan-kawan telah minum semua, barulah ia mengambil teh berbotol plastik untuk diminumnya sendiri.





         Kemudian Endang mengambil hadiah-hadiah yang lain. Tak ketinggalan Nasim sang ketua panitia berteriak, supaya ia mengambil bungkusan plastik berisi lembaran uang ratusan ribu rupiah yang dililit pada batang bendera. Setelah semua hadiah telah diambil, ia lalu mencopot gagang Sang Merah Putih. Lalu ia berdiri di silang bambu, dan tangan kanannya memegang batang bendera, dan mengacungkannnya ke langit, hingga Sang Dwi Warna berkibar di udara dengan berwibawa.



Minggu, 10 Agustus 2014

Entahlah

    Entahlah, mengapa jadi begini? Hidup memang kumpulan-kumpulan pertanyaan yang takkan ada habisnya, selama hidung kita belum menyentuh lahat. Aku tak mengerti kawan. Kenapa kulewati hari-hari dengan sia-sia .

Sekadar Suara Hati Bos Wengky

      Saat aku tersadar, begitu banyak waktu berlalu sia-sia tanpa makna. Banyak kesempatan terlewat begitu saja tanpa action yang pasti. Menyesal? percuma saja itu diucapkan, toh semuanya telah terjadi. Kehidupan ini akan terus berjalan, sampai pada batas Tuhan memberikan ketentuan, melalui takdir-Nya. Yang terpenting, aku kan terus melangkah.
      Kususuri alur hidup ini, kadang ber-alur maju, mundur ataupun flashback, aku nikmati saja. Pertualanganku akan terus berlanjut, kuda besiku akan siap menemani kemana aku pergi. 

Senin, 04 Agustus 2014

Catatan 8 Syawal 1435 H

     Ramadhan telah pergi, Tak terasa Bulan Syawal memasuki tanggal 8. Orang-orang  terlihat sangat kelelahan. Ada yang baru saja pulang dari mudik, menyambangi sanak saudara, plesiran, ittikaf 10 hari yang terakhir, atau kecapean setelah memasak besar-besaran pra hari raya.
   Aku sendiri terasa tak berenergi setelah pulang ziarah  dari Semarang, yang membuat badanku lemas, pegal dan loyo setelah perjalanan selama 17 jam dengan bus.
    Banyak hal yang dapat kuambil sebagai pelajaran di lebaran tahun ini. Salah satunya yaitu, aku merasakan hikmah luar biasa dari "SILATURRAHIM". Silaturahim mengajarkan kita bahwa, kita tidak sendirian. Kita banyak kawan , banyak saudara. Cuma selama ini aku menelan semua kesedihan, semua masalah sendirian, hingga semuanya terasa berat.
     Dengan silaturahim aku seperti menemukan perfoma diri yang selama ini hilang.