Minggu, 29 Juni 2014

Putri Keikhlasan (cerpen)

     Aku adalah putri ke-5 dari 9 bersaudara. Namaku Marni, lengkapnya Sumarni. Aku dilahirkan di sebuah kampung kecil di pinggir kali, bernama Susukan, Cirebon, 48 tahun silam. Ibuku adalah seorang janda yang ditinggal mati suaminya ketika jaman revolusi fisik dulu. Suatu beban yang sangat berat yang aku alami. Seorang bocah perempuan yang tak mengenal ayahnya sejak usia dini.
      Wajahku sebenarnya tidak jelek, cuma ada lubang-lubang bekas cacar menghiasi hampir seluruh wajahku. Konon kata ibuku, aku dimandikan waktu aku menderita cacar air sewaktu kecil, sehingga jadilah bekas-bekas cacar itu sebagai lubang-lubang permanen seumur hidupku.  Tapi bukan berarti aku minder, biasa saja. Buktinya saat dewasa banyak pria mendekati aku, dan menawarkan cintanya buatku.
    Penghasilan ibuku didapat dari uang pensiunan ayah yang tak seberapa, karena pangkat terakhirnya hanya seorang kopral polisi.Maka dari itu, ke empat kakak-kakakku semuanya bekerja mati-matian demi menopang kebutuhan keluarga yang notabene KB (Keluarga Besar). Kakakku yang pertama telah menikah dan diboyong suaminya ke Bengkulu. Kakakku yang  kedua, jadi pembuat celengan bersama suaminya, di suatu kampung bernama Posong,  masih di daerah Cirebon. Kakak lelakiku, yang nomor tiga, jadi pembuat kompor minyak di daerah Pulo Gadung, Jakarta. Dan kakakku yang nomor empat, bekerja sebagai buruh di pabrik minuman botol, juga di Jakarta.
    Perlukah  aku ceritakan? kami sekeluarga pernah berhari-hari berlaukkan minyak jelantah yang diaduk-aduk bersama nasi putih. karena stok ikan asin kami telah habis beberapa hari sebelumnya. Kami juga sering makan hanya dengan berbumbu garam. Tak heran, jika suatu hari nanti penyakit resmi keluarga kami adalah darah tinggi, atau orang kota menyebutnya hipertensi.
      Setelah usiaku sekitar 14 tahun, dan adik tertuaku 12 tahun, kami membuat batu bata, mengikuti profesi orang-orang sekampung kami. Lumayan untuk membantu ibu dan biaya adik-adik sekolah. Aku beserta adik tertuaku, merelakan diri untuk mengakhiri pendidikan kami sampai kelas 2 SMP. 
       Di tahun 80-an, untuk mencoba peruntungan, aku, ibu dan tiga adikku merantau ke Sumetera selatan. Kami ikut program transmigrasi, yang waktu itu sedang genar-gencarnya dipropagandakan pemerintah. Untuk mengurangi kepadatan penduduk di Pulau Jawa, katanya.
       Di lokasi transmigrasi, kami menempati rumah jatah, buatan ABRI masuk desa. Istana kami saat itu, berdinding papan, beratapkan seng, dan berlantai tanah lembab. Kami mengolah lahan kosong sekitar 2 hektar untuk ditanami bibit karet. Lahan tak bisa langsung ditanami, karena kami harus membersihkan dulu akar-akar besar yang masih melintang, dan menggemburkan tanah yang akan ditanami.
       Mungkin sekitar 2 tahun, kami mengolah kebun karet, hingga bisa dinikmati hasilnya. Setelah itu pekerjaanku kalau pagi adalah sebagai penyadap karet, kalau sore bekerja di ladang belakang rumah, menanam palawija. Perjalanan ke kebun karet bisa ditempuh dalam waktu setengah jam, dengan menaiki sepeda ontel. Adik-adiku berangkat sekolah dengan berjalan kaki, jarak dari rumah ke sekolah kira-kira 5 km.
        Sebenarnya kehidupan selama 7 tahun di perantauan lumayan. Makan tidak kekurangan, rumah ada, ladang punya, kebun karet pun kami miliki. Tapi tetap saja ibu tak betah, kangen tinggal di kampung. Mungkin di sini sepi, saudara pun tak sebanyak di kampung, kemana-mana jauh.  Akhirnya ibu memutuskan untuk pulang kampung. Kami sebagai anaknya hanya bisa menurut. Aset yang kami miliki  di jual, seperti rumah, ladang dan kebun karet, hasil penjualannya untuk membeli rumah mungil di Cirebon.
       Akhirnya kami kembali ke Cirebon, dengan menggunakan kapal laut sampai Merak, lalu disambung dengan kereta Api sampai Jakarta. Beberapa hari menginap di rumah saudara, di Tebet.  Lalu kami naik Kereta Gunung Jati menuju Kota Udang.
        Kehidupan di Cirebon, ya begitu-gitu saja, tak ada kemajuan yang berarti. Bahkan bisa dibilang kemunduran, dari kehidupan kami selama menjadi transmigran di Sumatera Selatan. Prihatin, itulah satu kata untuk keadaan keluarga kami. Karena lebih besar pasak dari pada tiang, lebih besar pengeluaran dibanding penghasilan. Akhirnya aku merantau lagi, tapi ke Jakarta, sendirian, menjadi seorang babu.
        Dua tahun kemudian, nasib menyergapku tanpa ampun. Hingga aku layak dilebeli tanda kehormatan, yaitu TKW (Tenaga Kerja Wanita). Untuk tugas mulia sebagai pejuang keluarga. Menuju medan perang Arab Saudi. Aku menyeberangi samudera untuk mengumpulkan pundi-pundi real, karena menjadi jongos di negeri sendiri upahnya sangat minim. Cuma dibayar seperak dua perak rupiah, plus makan di tempat majikan, dan jatah kamar tidur sempit di samping dapur.

         
                                                                     ***

      Lima tahun sudah berlalu, karena kontrak telah usai. Aku tinggal lagi di negeri ini.  Setelah Aku berhasil membeli sebidang tanah, untuk masa depanku kelak. Setelah semua kebutuhan keluarga aku penuhi, lewat kiriman-kiriman gajiku dari Saudi setiap 3 bulan sekali. Setelah itu uangku semakin hari semakin menyusut, untuk kebutuhan rumah tangga, biaya sekolah adik-adik yang waktu itu masih terbilang mahal.
        Status lajangku tak aku perhatikan, meski aku telah berumur 27 tahun, usia tua untuk seorang perawan kampung. Yang ada di pikiranku saat itu adalah kembali menyeberangi lautan menuju negeri timur tengah. Kali ini tujuannya adalah Qatar, negeri makmur di jazirah Arabia.
           Alhamdulilah majikanku di Qatar baik, mereka sering memberiku bonus, baik uang, pakaian-pakaian yang bagus, makanan-makanan enak, atau peralatan ibadah yang harganya wah. Bahkan aku diberi kesempatan cuti untuk menunaikan ibadah haji. Nasibku memang tidak seperti nasib teman-temanku seperjuangan jadi TKW. Banyak dari mereka disiksa dan diperkosa.
         Waktu memang begitu cepat, melecut seperti kilat. Masa enak di Qatar telah lewat. aku kemabali lagi ke Desa Susukan. Seperti kebanyakan orang-orang di kampung, kalau sudah sekali kerja keluar negeri, pasti akan keranjingan. Pasti akan ketagihan, kesana lagi, kesana lagi, dan kesana lagi, karena upahnya yang tinggi.
         Setelah itu keberangkatanku yang ketiga adalah ke Emirat Arab, yang keempat ke Yordania.                     
               
Bersambung...                              
            

Gamang

     Gue sendiri terkadang merasakan galau juga kayak anak ABG. Kadang gue gak tau, mau dibawa kemana hidup ini? mungkin orang lain juga mengalami perasaan kayak gitu. Bobby dan Gareng aja yang kerjaannya makan tidur, main internetan dan begadang hampir tiap malem, mikir juga, dan bertanya pada batin masing-masing. "Apakah hidup gue pengen begini terus?" 
     Buyung yang sehari-hari kerjaannya kadang sopir, kadang calo angkot, kadang markirin. Dudung yang dagangan korannya gitu-gitu aja, Kodok yang parkirannya gak ada kemajuan. Cheff Ary yang gonta-ganti kerjaan, Wowo yang sekarang jadi pengangguran. Mereka juga pasti bingung kalo mikirin hal ini, hidup gak maju-maju, umur tiap hari makin tua, sampe detik ini belom nikah-nikah, kerjaan masih acak-acakan. "Mau sampe kapan gue begini terus", gue juga kan pengen maju", begitulah hati mereka bicara... andai mereka jujur.
      Si Buras emang gak pernah cerita sama gue, tapi alur hidupnya gak jauh dari anak-anak yang laen. Mungkin lebih parah kaleee? Si Buras baru kerja tiga bulan di kantor riset, udah pindah. Satu bulan di asuransi, terus dua bulan di BIMBEL, udah pindah lagi. Udah gitu mematok gaji yang cukup tinggi, dengan pengalaman terbilang minim, weleh-weleh.
       Gamang juga bisa melanda saat cinta tak berbalas, jodoh tak kunjung datang, pekerjaaan gak mengalami kemajuan, apalagi saat terlilit hutang. Kalo gak kuat-kuat, bisa berubah jadi orang yang pesimis, gak pede sama diri kita sendiri. Kita bakal jadi orang yang kalah sebelum berperang.
       Kalo kehidupan gue sih, udah lumayan. Kerjaan ya udah lumayan. Lumayan kepanasan di jalanan, lumayan keringetan, lumayan kecapean  di lapangan, lumayan dimaki-maki atasan kalo target gak kesampaian, lumayan deg-degan kalo kerjaan banyak kesalahan, hehehe.

Selamat datang Engkau ramadhan

      Hawa puasa mulai terasa, Ramadhan semakin dekat. Rahmat, ampunan, dan pembebasan siksa neraka-pun akan digelar habis-habisan oleh Sang Rahman. pemilik keagungan, Tuhan semesta alam.

Hanya Satu Jam

     Hari kedua di bulan Ramadhan, masjid dan mushola masih terlalu sesak untuk bernafas. Hingga aku merasa lebih nyaman sholat tarawih di rumah. Namun rasa jemu tak mau pergi dari diriku. Kuhidupkan mesin Supra-X-125-ku, diiringi suara petasan di sudut gang, menuju Dafa & Davin Internet. Untuk main FaceBook, Youtube dan menulis catatan harian di blog.
      Entahlah, aku butuh sesuatu untuk memecah kebuntuan jiwa ini yang tak jelas arah. Tawa riang anak-anak kecil meramaikan suasana di warnet ini. Maklum masa liburan, anak-anak bebas bakal tidur malam. Ramadhan kali ini memang begitu komplet. Ada siaran langsung piala dunia, debat capres dan cawapres di TV, bersamaan dengan liburan sekolah.
       Deru mesin sepeda motor dan mobil seakan tak mau berhenti, tetap terdengar walaupun aku sudah memakai headset. Malam ini begitu ramai, menandakan hari yang tak pernah mati. Tapi sayang pemilik warnet sudah mewanti-wanti, "Hanya ada waktu satu  jam pak, warnet ini mau tutup jam 10". Weleh-weleh, warnet ini tutup dua jam lebih awal dari biasanya. Bukan berarti sudah tak butuh duit, "Mungkin sang pemilik warnet telah letih, mengingat pengunjung begitu ramai", pikirku, mencoba untuk ber-husnuzhon dalam hati.

Sabtu, 21 Juni 2014

Malam Minggu

     Tuhan... di gemerlapnya malam minggu aku masih termangu. Aku memainkan jemariku di keyboard komputer, sekedar membuat puisi atau prosa di blogku. Tak terasa sudah tiga jam lebih aku di warnet ini.. Kumencoba untuk selalu tegar, dan memelihara kebahagiaanku, walau tanpa seorang hawa yang mendampingi. 
      Setiap asa dan rasa jadi satu. Buat aku saat ini, mensyukuri hidup jauh lebih penting, ketimbang menuntut hidup. Berjalan dan terus berjalan, menulis dan terus menulis. Menjadi penghibur melalui pena adalah salah satu yang bisa aku dedikasikan buat sesama. Berharap jiwa-jiwa yang sedang bersedih, tak terus-terusan murung. Yang kecewa jadi tak patah arang. 
      

Doa Seorang Jomblowan

Wahai pemilik wanita di dunia
Mohon berilah  aku satu dari mereka
Di bumi-Mu, Indonesia
amiiin

Waktu oh Waktu (Dibuat pada Desember 2013)

       Waktu berjalan begitu cepat, secepat kilat. Perasaan baru kemaren ngerayain tahun baru 2012, eh... tau-tau sekarang udah akhir-akhir 2013? Orang bule bilang, "Time is money", waktu adalah uang. Artinya kalo kita menyia-nyiakan waktu, sama aja buang-buang uang. 
       Orang arab lebih ekstrim lagiii, mereka bilang, "Waktu adalah pedang", serem ya? Itu berarti, kalo kita gak bisa menggunakan waktu secara efektif, bakal nyesel seumur hidup. Karena kita bakal kepenggal dengan jaman. Orang-orang udah pada ke bulan, kita masih kutak-katik di situ-situ aja. 
        Orang luar sampe segitunya menghargai waktu, lha kita? seenal udel-nya  nyia-nyiain waktu. Ada yang berjam-jam ngobrol gak keruan, sampe kerajaan terbengkalai. ada yang begadang hampir tiap malam, hingga badan acak-acakan. 
       Tak terasa semuanya telah berubah karena perjalanan waktu. Gue mungkin termasuk orang yang udah tergerus dengan waktu. Buktinya sampe detik ini gue belom jadi apa-apa? nikah belom, karir gitu-gitu aja, tempat tinggal, ya  masih numpang sama sodara. 
        Kalo dibandingin sama temen-temen gue nih, gue gak ada apa-apanya bos. Temen-temen gue rata-rata udah pada sukses. Ada yang jadi pengusaha, perwira polisi, dokter, direktur, PNS, arsitek, minimal jadi pedagang yang laris.
        Gak disangka gak diduga, temen gue  si Ajun, sekarang udah jadi orang. Punya rumah, istri, anak, lha gue? baru mau nikah.... hehehe. Banyak temen gue saat ketemu , mereka udah enak, udah mapan. Sebenernya gue iri sih, kalo lagi reunian pada bawa anak istri, mobil, HP paling canggih.
      Beberapa dari mereka adalah pengusaha. Ada yang punya restoran, cafe, kios, conter, toko, bahkan ada yang punya perusahaan transportasi lhoo! Kayaknya mereka bahagia banget deh. Apa karena gue yang kurang bersyukur ya? ah, ga juga? gue aja yang ketingalan kaleee? hehehe.
        Dengan berjalannya waktu, mau gak mau, suka gak suka, perubahan itu pasti ada. Misalnya si Kiky, cewek paling cantik di kelas waktu SMP. Orangnya putih, tinggi, badannya berisi. Pas udah umur 30-an gak secakep dulu tuh! Si Nico, yang dulunya ganteng, kayaknya sekarang gantengnya udah ilang? Gue liat di Facebook-nya kepalanya botak, mana gendut? Tapi yang gue heran, si Nina malah tambah cakep? kayak artis tempo doeloe, Ida Royani, ckckckck.
        Setelah bertahun-tahun gak ketemu temen-temen lama, perubahan karena waktu pun terlihat mencolok. Bahkan sampe nyolok-nyolok mata. Karena diantara kita warna rambutnya udah banyak yang putih.

Kamis, 19 Juni 2014

Catatan Iseng tentang Piala Dunia

     Seiring dengan harga-harga sembako yang merangkak naik, tak terasa bulan Ramadhan semakin mendekati. Debat capres dan cawapres sudah dua kali di tayangkan di stasiun-stasiun televisi. Ajang kompetisi sepak bola, Piala Dunia 2014 pun tak mau kalah, ikut ambil bagian. 
     Saya termasuk orang yang bahagia, ketika Piala Dunia datang. Karena bakal terhibur oleh akselerasi-akselerasi para bintang di lapangan hijau. Wajah-wajah ganteng bak artis papan atas akan  mengolah si kulit bundar. Seperti Robin Van Persie, Iker Casillas, Karim Benzema, Javier Martinez atau Thomas Muller. Tapi banyak juga pemain-pemain bertampang seram asal afrika yang tampil di lapangan.
         Uji kualitas individu juga dipertontonkan, seperti Arjen Robben, yang saat ini dinobatkan sebagai pemain dengan sprint tercepat, yakni 37 km/jam. Gocekannya Lionel messi, tembakan jarak jauh Pirlo yang terkenal maut, geliat pemuda bertalenta, Neymar yang pandai mengecoh lawan.
        Berbagai macam gaya permainan pun di pamerkan, dari mulai permainan total football-nya Belanda, gaya sambanya sang tuan rumah, umpan panjang ala Inggris, permainan keras Afrika. Permainan cepat bak nafas kuda yang dimiliki Korea selatan, sampai permainan cantik gaya Italia ada di sini.
         Hajatan empat tahunan itu, kini di gelar di Negeri Samba, Brazil. Yang konon kabarnya sepak bola adalah agama kedua di negeri ini. Wajar adanya, karena di negara kelahiran Pele ini, ekspektasi masyarakat terhadap sepak bola sangat luar biasa. Orang bermain sepak bola bukan hanya di lapangan. Tapi bisa di depan rumah, di jalanan, di depan toko, di taman, di pantai, atau dimana saja. Suka-suka hati mereka yang memainkannya.

Rabu, 18 Juni 2014

Sia-sia

Ketika cinta ada, aku sia-siakan.
Aku adalah orang yang paling dungu yang pernah ada.
Aku terseret pada egoisme yang berkepanjangan,
sehingga menyesal, dan hidupku tak tentu arah.

Selasa, 17 Juni 2014

Ideku Beku

      Aku tak tahu harus menulis apa? tanganku kaku, ideku beku.  Aku juga tak tahu, harus berpikir bagaimana lagi? Kemanakah kau inspirasi? Rasanya aku ingin menyusuri bumi dan menembus batas-batas langit. Tuhan... kirimkanlah malaikat-Mu, agar membawa aku di sayapnya, terbang menuju ke negeri yang jauh. Di situ akan ada kedamaian yang aku impikan. 
    Laut oh laut, temani aku yang sedang kalut. Belai aku dengan ombakmu, menyusuri pantaimu yang elok. Awan... oh awan, naungi aku dengan putihmu. Selimuti aku dengan sejukmu. Bintang... oh bintang, kerlipmu menerangi hati yang dilanda kegalauan. Bulan, sinarmu ada harapan. Yang membuat tiap-tiap diri tidak tersesat. 
       Aku terombang-ambing dalam gelap. Rasanya ingin kupacu kuda besiku, mengitari isi bumi. Mengikuti hasrat hati yang tak terperi. Semuanya seakan buntu. Bagaimana  ini? batinku bertanya, entahlah, bertanya pada siapa? aku sendiri tak memahami.
        Rindu, rindu pada siapa? aku pun tak tahu. Adakah gadis yang dapat mencuri hatiku? 

Selasa, 10 Juni 2014

Cinta Bukan Matematika

       Cinta bisa membuat orang jadi kelihatan aneh. Contohnya, ada yang kayak anak kecil lagi, kayak si Mona orang Flores, jadi seneng mainan pintu geser di restoran, gara-gara jatuh cinta sama Mas Narto pegawai bioskop. Temen gue, si Buras juga gitu. Waktu itu si Buras lagi ngedeketin Nesya. Nah, pas abis latihan futsal si ganteng ini rencananya mau nembak Nesya, cewek putih, langsing dan berparas oriental. Si Buras janjiannya di kantin, Cowok tinggi ini pun menuju ke sana dengan grogi. Saking groginya... sampe enggak bisa ngomong, dan gak jadi nembak Nesya. Eh! dia malah nendang-nendang tong sampah? 
       Ada yang lebih aneh lagi gara-gara cinta. Ferdy yang tadinya bangun jam 12 siang, tiba-tiba bisa bangun jam 6 pagi. Tody yang tadinya males mandi... jadi orang yang super wangi. Gue yang kamarnya kayak kandang ayam, kalo lagi jatuh cinta, bisa bersih dan rapih kayak kamar pangeran. Tapi kalo udah putus cinta? kayak kandang ayam lagiii. Pelajar yang sedang jatuh cinta, tiba-tiba jadi rajin belajar. Karena takut keliatan bego di depan ceweknya. 
     Kalo gak salah, dulu gue pernah denger lagu dangdut yang judulnya, "Cinta bukan matematika". Gue pikir-pikir bener juga sih, yang paras wajahnya bernilai 9, belom tentu dapetnya yang 9 juga. Bisa jadi dapet pasangan yang nilainya 7, 6, 8, atau 5. ada cowok yang mukanya 6, dapet cewek yang nilainya 8. Enggak tentu juga siiiih, karena cinta bukan matematika. Enggak selalu cowok tinggi dapetnya cewek tinggi juga. Bisa jadi dapet pasangannya yang tergolong pendek. Contoh Yudis, cowok bertinggi 175 cm ini, dapet istrinya si Wiwi, yang tingginya 150 cm.
      Kita bisa ngomong begini-begitu tentang cinta, tapi tetap aja cinta berjalan dengan maunya cinta, bukan maunya kita. Dini, cewek yang gue bilang cakep aja, bisa takluk sama si Billy, cowoknya. Secara si Billy gak cakep-cakep amat? Masih cakepan juga gue? kata gue, gak tau deh kata orang-orang? hehehe. Enggak cuma itu, Billy juga ngelarang Dini makan es krim, fried chicken, dan makanan berlemak lainnya. Karena takut Dini jadi gendut dan gak cakep lagi.

Minggu, 08 Juni 2014

Andai Idul Fitri Tanpa Pesta

     Tak lebih dari sebulan lagi ramadhan akan datang. Tapi harga bahan-bahan pokok telah naik, tak ketinggalan harga rokok pun ikut merangkak naik. "PUSING", itulah satu kata bagi kaum tak berduit, saat menghadapi bulan puasa dan Idul Fitri. Hari raya yang agung, seakan menjadi tuntutan-tuntutan yang harus dipenuhi. Entah ini faktor budaya, kebiasaan masyarakat Indonesia, atau wabil khusus tradisi Warga Jakarta? 
      Hari Raya Idul Fitri, identik dengan baju baru, koko baru, sarung baru, ketupat, rendang, gulai daging dan opor ayamnya. Lha! apakah salah jika Idul Fitri memakai yang serba lama, seperti pakaian lama, sandal lama, atau sarung lama? Apakah salah jika Idul Fitri tanpa makanan high class yang berkolestrol tinggi? Lalu bagaimana dengan kaum papa, yang membuat makanan sederhana saja sudah kuwalahan? Semuanya serba dipaksakan, dan kalau tidak ada, pasti diada-adakan. Jangan heran kalau sehari setelah Hari Raya Idul Fitri, di warung-warung banyak orang yang membeli obat sakit kepala. 
      Sungguh ironi, Ramadhan yang seharusnya mengekang hawa nafsu, eh... pas hari suci malah melepas hawa nafsu. Pesta pora, foya-foya, dan hura-hura. Di tahun-tahun sebelumnya, semakin mendekati Idul fitri, tingkat kejahatan semakin menjadi-jadi, mulai dari penipuan, pencopetan, penodongan, sampai perampokan. Karena pelaku-pelakunya mengejar target, supaya rengekan anak-anaknya pakai baju baru, celana baru, sepatu baru terpenuhi. Dan hidangan di hari lebaran supaya lebih spesial dari biasanya. 
      Andai hari kemenangan tanpa kemewahan, mungkin Ibadah Ramadhan menjadi lebih bermakna? Andai Idul Fitri tanpa pesta, mungkin hati bisa lebih suci? sesuai dengan namanya Idul Fitri, kembali suci.

Sabtu, 07 Juni 2014

HIDUP INI ADALAH PILIHAN

       Kata Sumanto, hidup adalah pilihan. Mau tidur jam berapa, bangun jam berapa, gosok gigi pake merek pasta gigi apa? Gak gosok gigi juga gak apa-apa? paling bau jigong doaaang! Orang yang mau potong rambut aja nih... punya banyak pilihan. Mau model yang bagaimana? mau diponi, bondol, keriting, harajuku style, cepak, mohawk atau botak?
     Dari sebelum kita dilahirin aja... orang tua kita udah dihadapkan pada pilihan-pilihan untuk anaknya. Misalnya, mau dilahirkan dimana? di rumah sakit, bidan atau klinik? tapi ada juga siiih yang pilih dukun beranak, dasyaaat man
       Satu-persatu pilihan udah kita pilih dan jalani. Sampai hari ini kita masih menjadi kita, ya iyalaaah! masa jadi gorilla? Hidup ini bisa memilih, kayak radio aja yaa? kita bisa pilih chanel yang kita suka. Bisa dengerin berita, iklan, dan yang paling banyak sih acara musik. Ada rock, jazz, dangdut, RnB, or ska? Tapi ada saatnya semua chanel gak enak. Ya udah, matiin aja radionyaaa! hehehe. 
       Kalo orang kaya lebih enak lagi, bisa memilih hiburan yang mahal-mahal, secara orang kayo, ehh orang kaya gitu lhoo! Ada yang ke Taj Mahal di India. Dari namanya aja ada "MAHAL"nya, "MAHAL" juga ongkosnyaaa!

Rabu, 04 Juni 2014

Batavia

      Entahlah... aku  akan kemana? Seluruh bagian kota ini telah aku telusuri. Yang ada cuma bosan, bosan dan bosan. Mungkin aku sudah terlalu lama tinggal di kota ini? 36 tahun. Batavia, yang katanya Kota Metropolitan. Kota yang membuat orang-orang daerah penasaran, ingin datang dan mencoba peruntungan nasib di sini.
     Penatku menghalau segalanya, hingga aku  tak bergairah memulai sesuatu. Aku jadi orang yang paling malas di dunia. Terpekur aku melihat sekeliling, yang menurutku jadi tak menarik. Semuanya hampa, seperti hatiku yang kosong.
      Dimana yang namanya gairah? gairah seakan menelantarkan diriku sendirian. Sang kekasih telah pergi, yang bekasnya tak kan hilang ditelan jaman.Tak gairah menghadapi kemacetan, sepeda motor-sepeda motor bak laron merubungi gemerlapnya Ibukota. Mobil-mobil semakin menyesakkan jalan. Sampah-sampah seakan tak pernah lenyap dari Bumi Jakarta. Rumah-rumah kumuh sudah jadi pemandangan lumrah setiap hari. Asap dan debu menerpa diri tiada henti.
    Aku terhenyak dalam gelap, yang pekatnya menyelinap dalam sekat. Sepi, sepi, di sini aku sendiri. Bersembunyi dalam diri sendiri, yang mengisyaratkan pada orang lain, bahwa diriku baik-baik saja. Padahal jiwaku beku.