Selasa, 04 November 2014

Sang Kreator Kayu (Cerpen)

      Aku terkurung dalam sebuah pasar. dengan membawa peti-peti kayu bekas penyangga panggung yang nyaris terbuang. Semula aku tak tahu, "Harus diapakan kayu-kayu itu? Tapi aku ayunkan saja palu, membongkarnya tanpa basa-basi. Aku bayangkan menabuh irama, seperti kebiasaanku sebagai drummer di sebuah band di Tangerang. Ketukan-ketukan palu aku anggap nada.
      Dalam kebisingan Pasar Lama Tangerang, aku terus mengolah kayu menjadi sesuatu. Semuanya mengalir begitu saja, tanpa skenario yang pasti. Aku beraksi, diiringi keriuhan para pedagang yang menjajakan barang, suara parau pembeli menawar harga semurah-murahnya. Suara hentakan golok yang menghempas batok-batok kelapa, dan gerobak-gerobak sayur yang melintas secara bergegas.
     Berminggu-mingu tangan-tangan lincahku terus bergerak, siang dan malam. Tapi mata dan telinga tetap peka terhadap sekelilingku yang pengap dan bau. Sampai aku tahu pasti kalau jam 10 malam ada gadis cantik yang lewat. Jam 2 pagi, ada 4 wanita dengan dandanan menor melintas. Jam 4 pagi, tiga dara muda jalan beriringan, menuju kos-kosan di belakang pasar.
     Waktu terus berlanjut pagi,  segerombolan anak SD melewatiku. Dan seorang dari mereka bertanya padaku,

      "Lagi bikin kandang ayam Om?"
    "Bukan dik", jawabku seraya menghentikan irama palu.Aku tersenyum pada mereka, seperti pada anak-anakku sendiri. Dan mereka kembali melanjutkan perjalanan ke sekolahnya.
     Kayu-kayu itu aku susun satu persatu, aku rangkai dan kutancapkan paku sebagai perekat. Tangan-tanganku seolah tak mau berhenti merakit papan-papan itu. Sesekali aku berhenti, sekedar buat menghisap sebatang rokok dan menyeruput secangkir kopi.

                                                                             ***
Di suatu siang,
     Brak, brak! Tiba-tiba ada seseorang yang menginjak kayu-kayuku, beberapa dan yang patah. pemuda berkepala botak berhenti persis di hadapanku dengan terengah-engah.
        Woi! Mau ngapain luh? selidikku. Tapi belum sempat ia menjawab, tiba-tiba seorang pria tinggi besar berambut gondrong melayangkan tinjunya ke wajah lelaki botak berkaos oblong itu. Lalu si botak yang berperawakan sedang itu membalas dengan geram. Terjadilah perkelahian brutal. Orang-orang yang ada di sekitar situ berkerumun.  dan melongok, ingin tahu apa yang terjadi.Si tinggi besar berjaket blue jeans, mencabut sebilah belati. Dan mengancam,
       "Gue tusuk luh!
       "Emang gue takut?", timpal si botak, sambil memungut balok kayu yang tadi terinjak.
      "Berhenti! teriakku, masih menggenggam palu. Walaupun badanku kurus, tak surut nyali untuk melerai baku hantam mereka.
      "Eh... lu jangan ikut campur, ini urusan gue sama dia!" sambil tangan kirinya menunjuk si botak.
     "Eh! Elu-elu kalo berantem jangan di sini, menggangu kepentingan umum tahu? udah bikin kacau kerjaan  gue!" teriakku, sambil mengacungkan palu.
    Lalu mereka mereka melangkah dengan lesu. Si gondrong berjaket jeans menyarungkan belatinya. Sementara si botak melepas balok kayunya. Mereka menerobos kerumunan bapak-bapak, ibu-ibu dan para pedagang yang menonton mereka.
      "Minggir! Teriak si gondrong . Orang-orang di sekitarnya bergeser ke samping, memberi jalan buat lelaki seram itu.
        "Bubar! bubar! Emang kita topeng monyet?", sambar si botak, kesal dengan penonton liar yang merubunginya. Kerumunan pun bubar, menjauh dari TKP.
         Setelah itu aku tak tahu apa yang terjadi dengan mereka. Aku memang tidak mau tahu, karena perkelahian sudah bias terjadi di sini. Aku masih memegang palu, dan tersenyum. Sambil bergumam, "Hai palu, ternyata selain engkau bisa menghasilkan nada, bisa menghentikan orang berkelahi juga?"
                                                               
                                                                     ***
         Cat warna-warni menari-nari di beberapa rangkaian yang sudah terbentuk. Ada yang berbentuk pipih, lingkaran, banyak juga yang tak beraturan, mengikuti potongan aslinya. Salah satunya ada yang seperti badak. waktu sedang membuatnya, aku ingat nasib badak di Ujung Kulon sana, yang semakin terjepit.Patung badakku memang tak seindah Tuhan mendesain badak sesungguhnya. Culanya aku ganti dengan gergaji yang diposisikan terbalik, yang tajamnya berada di atas.
          Seandainya cula-cula badak itu diganti dengan gergaji, apakah orang-orang rakus itu tetap memburu? Cula bagi badak, ibarat kuku. Bagaiman kalau kuku nkita dicabut, sementara kita masih hidup? Dalam keadaan terluka, sang badak ditinggalkan begitu saja, sungguh merana. Cula-cula mereka dikorbankan untuk satu kata, uang.
         Aku meramu dan meramu limbah kayu menjadi sesuatu yang baru, sesuai bisikan seniku. ada yang berbentuk lingkaran, di tengah-tengahnya ada patung tubuh wanita seksi tanpa kepala(yang biasa dipakai buat memajang pakaian di mall-mall). Di bagian dada aku beri lingakaran-lingkaran bersusun, seperti sasaran panah. Di samping kirinya kutulis si Pedosipilia (plesetan dari pedophilia), dan di kanannya kugambar seorang bocah sedang dikejar-kejar setan. Maksudnya, penyakit pedophilia merebak dimana-mana, dan anak-anak yang jadi korbannya. Demi memuaskan seks yang tidak pada tempatnya.
        Aku membayangkan bagaimana jika anak-anakku sendiri yang jadi korban? Yang pasti, betapa hancur hati orangtuanya. Bagaikan diiris-iris sembilu, karena si jantung hati akan mengalami kerusakan fisik maupun mental. Sungguh tega orang-orang yang memanfaatkan anak-anak untuk memuaskan nafsu iblis mereka. Dadaku tersengal-sengal membayangkan kebejatan mereka.
      Di antara suasana pasar yang ramai, hatiku berdesing, protes dengan kondisi politik yang semakin hari kian tak karuan menjelang pemilu. Di dalam pasar pun, begitu banyak gambar-gambar partai dan foto-foto caleg terpampang di dinding-dinding kios. Bebdera-bendera partai pun, bertebaran dimana-mana. Suatu pemandangan yang memuakkan.
       Di rangkaian pipih, yang kususun papan secara horisontal, tapi kubuat memanjang, hampir menyentuh lantai. Kutulis nama samaranku sebagai judul. Kutorehkan uneg-uneg yang membara dalam hati. Kalimat-kalimat sakti berbentuk puisi itu adalah:

                                            ROBINWOOD

 Merayakan sisa sampah peti kayu
yang terbuang pasca kenyang syahwat
Kuliner urursan perut, terpojok di sudut jorok, pada sampahan akhir zaman.
Memunguti, melucuti, mengkontruksi kembali
Memukuli, tak juga mensakiti semut/kecoa/belatung/cacing/kelabang yang juga mahluk eksotis
             temanku... hehey,
             Mahluk spiritual yang kepengen terus belajar jadi manusia
             Ini bukan soal tindakan go-green atau
             Kelakuan environment act, bagiku ini sesuatu yang biasa-biasa saja kok
             Semua manusia berbuat... bukan hanya Robinwood.
      Belantara kota adalah hutan belantara buas, saat Tarzan politik bergelayutan
      pada rindang pohon uang, singa dewan berakrobat di belantara hidup,
      menguburi akal sehat, membunuh kemerdekaan azasi dengan tempelengan
      perjanjian baru yang selalu dibuat baru setiap waktu.
      Dan seterusnya...

             Aku menamakan diriku Robinwood, dalam setiap karyaku. Aku berharap bisa menjadi pahlawan kayu, seperti halnya Robinhood menjadi pembela rakyat kecil. Semoga para Tarzan-Tarzan politik tak lagi bergelayutan pada rindang pohon uang. Tetatapi bergelayutan pada rindangnya pohon kemanusiaan. Dan memanusiakan manusia dengan selayaknya. Singa-singa dewan juga jangan terus-terusan berakrobat, membunuh kemerdekaan hak azasi.

Tamat


Serang, menjelang pemilu 2014






   










Selasa, 30 September 2014

Hujan di Hari Minggu ( Jakarta, 21 september 2014)

     Hujan masih deras menyiram bumi. Udara yang pengap sedari tadi siang ternyata pertanda air dari langit akan tertumpah senja ini. Hampir 2 jam, hujan seakan enggan berhenti. Aku masih berada di Dafa  dan Davin Net, tercegah akan pulang, karena takut basah. Biarlah Sang Air puas membasahi Sang Bumi. Sesekali aku melihat keluar, melihat mobil-mobil dan motor-motor menerobos Sang Hujan. 
     Kulihat Kuda besiku basah kuyup, kasihan aku melihatnya. Karena ia lah sahabat setiaku, yang selalu menemaniku menyusuri bumi. Headsetku dijejali Lagu-Lagu  Koes Plus yang sangat aku gemari. "Never Die" untuk Lagu Koes Plus, karena lagu-lagunya akan selalu hidup di hati penggemarnya.
      Keluh kesah Warga Jakarta yang akhir-akhir ini kepanasan dan kegerahan, kini terbayar lunas. Tapi yang tinggal dekat kali tentu hatinya kebat-kebit. Takut banjir bandang menyerbu rumah-rumah mereka.  Itulah manusia, yang jelas Tuhan tidak pernah salah akan karunia-Nya. Cuma, manusia seringkali merusak karunia-Nya.

Sabtu, 20 September 2014

Ibu Tersayang (puisi)

Bu...
Terima kasih,
9 bulan 10 hari aku menginap di rahim kokohmu,
lengkap dengan semua fasilitasnya, gratis
kudapat ASI darimu selama 2 tahun gratis
Kasih sayangmu yang tak lekang oleh jaman, gratis
merasakan masakan-masakanmu yang super lezat,
selama puluhan tahun, gratis
Perhatianmu, pengorbananmu sampai saat ini umurku 37 tahun, juga gratis

Rabu, 17 September 2014

Kejar-kejaran

      Aku berkejar-kejaran dengan waktu. Memicu dan memacu inspirasi, seiring dengan laju sepeda motorku. Aku berkeliling, mengitari pingiran Jakarta, Tangerang, juga Bogor. Orang-orang sibuk dengan kegiatannya masing-masing.
       Semua orang terlihat  repot mencari uang, demi dapat bertahan hidup di kota besar. Dan mencari penghidupan yang lebih baik.  Agar keluarga dan anak cucu tidak hidup melarat.  Berharap bisa hidup enak sehingga dapat menaikkan harkat dan martabat dinasti keluarga.
      Para pedagang sibuk mengurus barang dagangannya, pegawai kantor sibuk mengurus berkas-berkas. Para accounting sibuk menghitung kas perusahaan, teller bank sibuk menghitung uang dengan kecepatan tinggi. Para guru sibuk mengajar kesana-kesini di berbagai sekolah. Buruh-buruh pabrik terus memburu lemburan, untuk menambah penghasilan. Para penulis asyik traveling demi mendapatkan ide yang brilian. Dan para pengangguran pun sibuk mengirim lamaran pekerjaan yang tak kunjung dapat panggilan.

Selasa, 09 September 2014

Serang, 10 September 2014



       Aku masih di Bumi Serang, yang sekarang berslogan, " Kota seribu santri, seribu kyai ". Mentari semakin mendekati puncaknya. Udara semakin panas, aku bersembunyi di balik sebuah warnet, di sudut persimpangan Ciceri. Mencari sedikit udara dingin,  tapi AC tidak lagi maksimal. Untuk itu pemilik warnet menambahkan kipas angin untuk memuaskan pelanggan.

      Aku sibuk memainkan jemariku di keyboard komputer sambil mendengarkan lagu-lagu Band Ungu dan Koes Plus melalui headset. Sesekali mataku melihat keluar, menembus jendela kaca. Mobil dan sepeda motor berseliweran tanpa henti, Carrefour Supermarket terlihat jelas .

      Aku tidak tahu ... akhir-akhir ini Serang semakin panas. Mudah-mudahan hati orang-orangnya  tidak ikut-ikutan panas .

Kamis, 28 Agustus 2014

37 (puisi)

37, sekian lama aku hidup.
Ternyata 37 tahun, belumlah cukup diri ini mengarungi bumi-Mu Tuhan...
Rasanya belum banyak ilmu yang aku timba,
Belum cukup mahir diri ini mengayunkan pedang waktu.
Hingga aku tercabik-cabik perilaku sia-sia.
Berkali-kali jatuh pada lubang yang sama, Itulah aku

Senin, 18 Agustus 2014

Kangen

Entahlah... hatiku tak menentu, aku kangen. Sudah lama tak bersua dengannya. "RUMAH DUNIA". Beberapa bulan belakangan ini aku tak mendatangi komunitas ini. Komunitas dimana para seniman menempa diri, saling berbagi jiwa seni, saling memotivasi. Para penulis menorehkan tintanya, para pelukis mengayunkan kuasnya, para penari melenggokkan tubuhnya, para dramawan asyik dengan perannya, semuanya tampak menarik. 

Minggu, 17 Agustus 2014

Laporan Kecil dari Sudut Kali Pesanggrahan (latihan bikin berita)

         


Minggu, 17 Agustus 2014 sekitar pukul 17.00 WIB, aku tiba di sudut Kali Pesanggrahan Jakarta Selatan. Salah satu sungai yang terkenal banjirnya saat musim penghujan. Agak terlambat memang, karena lomba panjat pinang sudah berlangsung lama. Tapi tak apalah daripada tidak melihat sama sekali.
          Terlihat peserta lomba panjat pinang sudah belepotan lumpur, sebagian ada yang berendam di kali, sekedar membersihkan tubuh agar lumpur tidak melekat, dan tidak menambah licin saat memanjat. Suara riuh penonton menggema, memberi semangat pada peserta peserta agar tak patah arang. hadiah-hadiah bergelantungan di sebuah lingkaran bambu . Ada handphone, kaos, minuman botol plastik, 1 dus mie instan, pakaian anak kecil, snack, dan lain-lain.  Sang Merah Putih berkibar dengan gagah di puncak tertinggi.



        Batang pinang miring ke arah kali. Panitia menyangga ujungnya dengan dua batang bambu.di kanan dan kiri,  supaya batang pinang tidak roboh. Para peserta lomba, terlihat sudah kelelahan. Peserta terdiri dari berbagai umur, seperti Wawan(33), Alung(34), Riswandi(17), Fikar(18), Endang(27), Rohmani(42), Yongky (25), Edy (20) dan kira-kira lebih dari 10 peserta lain yang aku kenal wajahnya tapi tak tahu namanya. Lomba panjat pinang kali ini pesertanya sangat banyak, tak seperti di tahun-tahun sebelumnya.



         Tak disangka dan tak diduga, Iwan,  seorang penonton di bagian depan yang sedang asyik duduk di tanggul kali ditarik oleh salah seorang peserta, dibopong beramai-ramai dan diceburkan ke kali. Maksudnya supaya ikut lomba. Pria berkacamata ini hanya bisa tertawa, dan mau tidak mau ikut lomba, karena sudah terlanjur basah dan belepotan lumpur.
       Mereka berjibaku untuk bisa mencapai puncak. Jatuh, bangun, jatuh lagi, bangun lagi, begitulah seterusnya. Walaupun berat, sulit, licin, tapi tak mengenal kata menyerah. Itulah pilosofi lomba panjat pinang, bersatu untuk satu tujuan. Persis seperti pejuang-pejuang kita dulu merebut kemerdekaan.
         Kejutan kedua, seorang ABG bernama Awal ditarik kedalam arena, dan diceburkan ke kali, bergabung dengan mereka yang butuh bantuan tenaga. Remaja berkulit putih ini dengan tepaksa melepas jaket hijau dan kaos putih yang membalut tubuhnya. Kemudian ia bergabung ikut bertumpu menyokong tubuh-tubuh temannya.





        Suara riuh rendah bersahut-sahutan. Tak lama kemudian Endang berhasil menaiki puncak, dan bertengger di atas bambu bersilang. Pertama-tama ia mengambil minuman-minuman botol plastik dan dilemparkan ke teman-temannya yang berada di bawah. Saya sangat salut, dengan penganten baru ini. Saat ia berada di puncak, yang pertama-tama yang ia ingat adalah kawan-kawannya yang saling  bertumpu menyokongnya. Setelah kawan-kawan telah minum semua, barulah ia mengambil teh berbotol plastik untuk diminumnya sendiri.





         Kemudian Endang mengambil hadiah-hadiah yang lain. Tak ketinggalan Nasim sang ketua panitia berteriak, supaya ia mengambil bungkusan plastik berisi lembaran uang ratusan ribu rupiah yang dililit pada batang bendera. Setelah semua hadiah telah diambil, ia lalu mencopot gagang Sang Merah Putih. Lalu ia berdiri di silang bambu, dan tangan kanannya memegang batang bendera, dan mengacungkannnya ke langit, hingga Sang Dwi Warna berkibar di udara dengan berwibawa.



Minggu, 10 Agustus 2014

Entahlah

    Entahlah, mengapa jadi begini? Hidup memang kumpulan-kumpulan pertanyaan yang takkan ada habisnya, selama hidung kita belum menyentuh lahat. Aku tak mengerti kawan. Kenapa kulewati hari-hari dengan sia-sia .

Sekadar Suara Hati Bos Wengky

      Saat aku tersadar, begitu banyak waktu berlalu sia-sia tanpa makna. Banyak kesempatan terlewat begitu saja tanpa action yang pasti. Menyesal? percuma saja itu diucapkan, toh semuanya telah terjadi. Kehidupan ini akan terus berjalan, sampai pada batas Tuhan memberikan ketentuan, melalui takdir-Nya. Yang terpenting, aku kan terus melangkah.
      Kususuri alur hidup ini, kadang ber-alur maju, mundur ataupun flashback, aku nikmati saja. Pertualanganku akan terus berlanjut, kuda besiku akan siap menemani kemana aku pergi. 

Senin, 04 Agustus 2014

Catatan 8 Syawal 1435 H

     Ramadhan telah pergi, Tak terasa Bulan Syawal memasuki tanggal 8. Orang-orang  terlihat sangat kelelahan. Ada yang baru saja pulang dari mudik, menyambangi sanak saudara, plesiran, ittikaf 10 hari yang terakhir, atau kecapean setelah memasak besar-besaran pra hari raya.
   Aku sendiri terasa tak berenergi setelah pulang ziarah  dari Semarang, yang membuat badanku lemas, pegal dan loyo setelah perjalanan selama 17 jam dengan bus.
    Banyak hal yang dapat kuambil sebagai pelajaran di lebaran tahun ini. Salah satunya yaitu, aku merasakan hikmah luar biasa dari "SILATURRAHIM". Silaturahim mengajarkan kita bahwa, kita tidak sendirian. Kita banyak kawan , banyak saudara. Cuma selama ini aku menelan semua kesedihan, semua masalah sendirian, hingga semuanya terasa berat.
     Dengan silaturahim aku seperti menemukan perfoma diri yang selama ini hilang.

Selasa, 22 Juli 2014

Hampir Finish

    Ramadhan 1435 H hampir finish. Menjelang H-5 pasar-pasar  semakin padat, dan terminal bertambah sumpek dijejali para pemudik. Rumah-rumah banyak yang dicat, diiringi riang tawa anak-anak kecil menjajal baju baru. Lengkingan petasan semakin gaduh  terdengar di gang-gang.
    Ramadhan seharusnya menampilkan ibadah terbaik kepada Tuhan, tapi aku belum maksimal melakukannya. Tarawihku masih blang blentong, tadarus masih jauh dari khatam, dan sedekah masih terlalu sedikit.
      Untuk ibadah yang masih dibilang minim, mustahil rasanya mendapatkan "Lailatul Qodar". Tapi lain halnya jika Sang Khalik berkehendak. Barangkali saja dengan kerahimannya Tuhan mau memberikan bonus buatku.
     

Minggu, 20 Juli 2014

Ingin Berpetualang (jilid 1)

     Ingin rasanya kupacu kuda besiku berkeliling Pulau Jawa. Dalam benak, aku ingin menyusuri kota-kota unik di negeri ini, khususnya di Pulau yang sekarang aku tinggali. Kulihat di peta ada kabupaten bernama Trenggalek. Dari namanya saja unik, apalagi budayanya? pasti  punya karakter tersendiri.
    Ingin rasanya aku menelusuri pantura, selama ini aku cuma mentok sampai Cirebon. Jalur selatan pun cuma sampai Jogja. Itupun perjalanan di malam hari dengan Bus, jadi tak bisa dengan jelas melihat daerah-daerah yang dilintasi. 
    Ternyata begitu banyak daerah di Jawa yang belum aku sambangi. Entah apakah suatu hari nanti bisa mengunjungi daerah-daerah tersebut? Terlintas di hati aku ingin ke Pemalang, Pekalongan, Semarang, Jepara, Rembang, Tuban, Surabaya, Lamongan, Kediri, Mojokerto, Lumajang, Jember, Demak, Kertosuro, Situbondo, Wonosobo, Bondowoso, Malang, Magelang, Magetan, Pacitan, Ungaran, Sukoharjo, Probolinggo, Nganjuk, Tulung Agung, Purwokerto, Purbalingga, Banjarnegara, Banjarsari, Kuningan dan terakhir Majalengka. Waduh banyak ya? Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menyusurinya? itu baru Pulau Jawa., dan belum semua kota. Bagaimana jika seluruh nusantara? Dan berapa biayanya? Aku hanya menggeleng.

Minggu, 13 Juli 2014

Benar-benar Usai

    Gelaran Piala Dunia 2014 benar-benar usai. Iringan tangis dan tawa menyelimuti Stadion Maracana, Rio De Jainero. Akhirnya  Der Panzer-lah mengangkat trofi. Setelah penantian selama 24 tahun. Di lapangan hijau terlihat wajah-wajah tertunduk, isak tangis pemain-pemain Argentina. Mereka seakan enggan beranjak pulang, setelah menelan kekecewaan. 
    Walaupun mereka menempati posisi kedua, bagi mereka tidak ada istilah juara kedua. Yang ada hanyalah juara pertama.

3 Ramadhan 1435 H

     Aku masih di pelataran Masjid Putih. Merebahkan diri di atas keramik putih, menjelang maghrib, seraya menunggu buka bersama. Mataku tertuju pada orang-orang yang membawa makanan buat berbuka puasa. Ada yang membawa piring berisi kue-kue, puluhan nasi box, teko-teko yang berisi teh manis, nampan berisi lontong, juga panganan-panganan lainnya. 
     Tak terasa hari ke-3 Ramadhan hampir usai. Ibadahku rasanya belum apa-apa, masih minim. Sampai hari ini aku belum membaca al qur'an satu halaman pun. Masih jauh dari nilai baik, untuk kategori ibadah.

Pertengahan

     Ramadhan sudah berada di pertengahan, sedangkan piala dunia dan masa liburan sekolah nyaris berakhir. Piala Dunia tinggal menunggu final. Tim Panzer dan Tim Tanggo akan bertarung habis-habisan memperebutkan mahkota juara. 
      Pasar  Cipulir sudah sesak dengan para pembeli. Untunglah cuaca Jakarta hari ini sejuk, karena beberapa hari ini hujan mengguyur Kota metropolitan. Ibadah puasa jadi tak terasa berat.

Senin, 07 Juli 2014

Hari Gini

     Hari ini berharap ada kreasi yang menghampiri. Aku masih pening dengan permasalahan ekonomi yang membelenggu. Walaupun hati ingin rasanya bebas tanpa beban yang melibatkan uang. Tapi apa mau dikata, "DUIT MEMANG BUKAN SEGALA-GALANYA, TAPI SEGALA-GALANYA PAKAI DUIT". 
     Banyak orang keblinger gara-gara duit. Gak sedikit yang gila alias edan karenanya.  Andai kita kembali ke jaman batu, pasti uang tidak berlaku. 
Hari gini, kencing aja bayar! kecuali di kebon... hehehe.

Minggu, 06 Juli 2014

Aku sudah kembali

    Selamat tinggal sedih, selamat tinggal murung...
Sekian lama aku terkungkung olehmu. Kini aku ingin menjadi aku, bukan aku yang melankolis, tapi aku yang humoris. Aku akan menatap dunia, tak menghiraukan masa lalu yang tak bisa di-replay lagi.
     Aku sudah kembali...

Catatan Ramadhan, 5 july 2014

      Ramadhan sudah berada di hari ke-7, jam di Hp-ku menunjukkan pukul 15.36 WIB. Jari-jari tanganku menggeliat pada keyboard komputer di sebuah warnet, di Petukangan Utara, Jakarta Selatan. Begitu banyak anak-anak bermain game on line di sini. Jujur, aku terganggu, atas keriuhan suara anak-anak yang berteriak-teriak saat bermain game perang-perangan. Rasanya aku ingin mengerem kegaduhan mereka. Tapi apa hakku? Aku hanyalah seorang pengunjung, sama seperti mereka.
       Badan ini rasanya lemas sekali, rasanya tidur di pagi tadi belum cukup membuat fisik ini segar kembali. Pikiranku akhir-akhir ini memang kacau balau. Hidupku  seperti tak tentu arah.

Minggu, 29 Juni 2014

Putri Keikhlasan (cerpen)

     Aku adalah putri ke-5 dari 9 bersaudara. Namaku Marni, lengkapnya Sumarni. Aku dilahirkan di sebuah kampung kecil di pinggir kali, bernama Susukan, Cirebon, 48 tahun silam. Ibuku adalah seorang janda yang ditinggal mati suaminya ketika jaman revolusi fisik dulu. Suatu beban yang sangat berat yang aku alami. Seorang bocah perempuan yang tak mengenal ayahnya sejak usia dini.
      Wajahku sebenarnya tidak jelek, cuma ada lubang-lubang bekas cacar menghiasi hampir seluruh wajahku. Konon kata ibuku, aku dimandikan waktu aku menderita cacar air sewaktu kecil, sehingga jadilah bekas-bekas cacar itu sebagai lubang-lubang permanen seumur hidupku.  Tapi bukan berarti aku minder, biasa saja. Buktinya saat dewasa banyak pria mendekati aku, dan menawarkan cintanya buatku.
    Penghasilan ibuku didapat dari uang pensiunan ayah yang tak seberapa, karena pangkat terakhirnya hanya seorang kopral polisi.Maka dari itu, ke empat kakak-kakakku semuanya bekerja mati-matian demi menopang kebutuhan keluarga yang notabene KB (Keluarga Besar). Kakakku yang pertama telah menikah dan diboyong suaminya ke Bengkulu. Kakakku yang  kedua, jadi pembuat celengan bersama suaminya, di suatu kampung bernama Posong,  masih di daerah Cirebon. Kakak lelakiku, yang nomor tiga, jadi pembuat kompor minyak di daerah Pulo Gadung, Jakarta. Dan kakakku yang nomor empat, bekerja sebagai buruh di pabrik minuman botol, juga di Jakarta.
    Perlukah  aku ceritakan? kami sekeluarga pernah berhari-hari berlaukkan minyak jelantah yang diaduk-aduk bersama nasi putih. karena stok ikan asin kami telah habis beberapa hari sebelumnya. Kami juga sering makan hanya dengan berbumbu garam. Tak heran, jika suatu hari nanti penyakit resmi keluarga kami adalah darah tinggi, atau orang kota menyebutnya hipertensi.
      Setelah usiaku sekitar 14 tahun, dan adik tertuaku 12 tahun, kami membuat batu bata, mengikuti profesi orang-orang sekampung kami. Lumayan untuk membantu ibu dan biaya adik-adik sekolah. Aku beserta adik tertuaku, merelakan diri untuk mengakhiri pendidikan kami sampai kelas 2 SMP. 
       Di tahun 80-an, untuk mencoba peruntungan, aku, ibu dan tiga adikku merantau ke Sumetera selatan. Kami ikut program transmigrasi, yang waktu itu sedang genar-gencarnya dipropagandakan pemerintah. Untuk mengurangi kepadatan penduduk di Pulau Jawa, katanya.
       Di lokasi transmigrasi, kami menempati rumah jatah, buatan ABRI masuk desa. Istana kami saat itu, berdinding papan, beratapkan seng, dan berlantai tanah lembab. Kami mengolah lahan kosong sekitar 2 hektar untuk ditanami bibit karet. Lahan tak bisa langsung ditanami, karena kami harus membersihkan dulu akar-akar besar yang masih melintang, dan menggemburkan tanah yang akan ditanami.
       Mungkin sekitar 2 tahun, kami mengolah kebun karet, hingga bisa dinikmati hasilnya. Setelah itu pekerjaanku kalau pagi adalah sebagai penyadap karet, kalau sore bekerja di ladang belakang rumah, menanam palawija. Perjalanan ke kebun karet bisa ditempuh dalam waktu setengah jam, dengan menaiki sepeda ontel. Adik-adiku berangkat sekolah dengan berjalan kaki, jarak dari rumah ke sekolah kira-kira 5 km.
        Sebenarnya kehidupan selama 7 tahun di perantauan lumayan. Makan tidak kekurangan, rumah ada, ladang punya, kebun karet pun kami miliki. Tapi tetap saja ibu tak betah, kangen tinggal di kampung. Mungkin di sini sepi, saudara pun tak sebanyak di kampung, kemana-mana jauh.  Akhirnya ibu memutuskan untuk pulang kampung. Kami sebagai anaknya hanya bisa menurut. Aset yang kami miliki  di jual, seperti rumah, ladang dan kebun karet, hasil penjualannya untuk membeli rumah mungil di Cirebon.
       Akhirnya kami kembali ke Cirebon, dengan menggunakan kapal laut sampai Merak, lalu disambung dengan kereta Api sampai Jakarta. Beberapa hari menginap di rumah saudara, di Tebet.  Lalu kami naik Kereta Gunung Jati menuju Kota Udang.
        Kehidupan di Cirebon, ya begitu-gitu saja, tak ada kemajuan yang berarti. Bahkan bisa dibilang kemunduran, dari kehidupan kami selama menjadi transmigran di Sumatera Selatan. Prihatin, itulah satu kata untuk keadaan keluarga kami. Karena lebih besar pasak dari pada tiang, lebih besar pengeluaran dibanding penghasilan. Akhirnya aku merantau lagi, tapi ke Jakarta, sendirian, menjadi seorang babu.
        Dua tahun kemudian, nasib menyergapku tanpa ampun. Hingga aku layak dilebeli tanda kehormatan, yaitu TKW (Tenaga Kerja Wanita). Untuk tugas mulia sebagai pejuang keluarga. Menuju medan perang Arab Saudi. Aku menyeberangi samudera untuk mengumpulkan pundi-pundi real, karena menjadi jongos di negeri sendiri upahnya sangat minim. Cuma dibayar seperak dua perak rupiah, plus makan di tempat majikan, dan jatah kamar tidur sempit di samping dapur.

         
                                                                     ***

      Lima tahun sudah berlalu, karena kontrak telah usai. Aku tinggal lagi di negeri ini.  Setelah Aku berhasil membeli sebidang tanah, untuk masa depanku kelak. Setelah semua kebutuhan keluarga aku penuhi, lewat kiriman-kiriman gajiku dari Saudi setiap 3 bulan sekali. Setelah itu uangku semakin hari semakin menyusut, untuk kebutuhan rumah tangga, biaya sekolah adik-adik yang waktu itu masih terbilang mahal.
        Status lajangku tak aku perhatikan, meski aku telah berumur 27 tahun, usia tua untuk seorang perawan kampung. Yang ada di pikiranku saat itu adalah kembali menyeberangi lautan menuju negeri timur tengah. Kali ini tujuannya adalah Qatar, negeri makmur di jazirah Arabia.
           Alhamdulilah majikanku di Qatar baik, mereka sering memberiku bonus, baik uang, pakaian-pakaian yang bagus, makanan-makanan enak, atau peralatan ibadah yang harganya wah. Bahkan aku diberi kesempatan cuti untuk menunaikan ibadah haji. Nasibku memang tidak seperti nasib teman-temanku seperjuangan jadi TKW. Banyak dari mereka disiksa dan diperkosa.
         Waktu memang begitu cepat, melecut seperti kilat. Masa enak di Qatar telah lewat. aku kemabali lagi ke Desa Susukan. Seperti kebanyakan orang-orang di kampung, kalau sudah sekali kerja keluar negeri, pasti akan keranjingan. Pasti akan ketagihan, kesana lagi, kesana lagi, dan kesana lagi, karena upahnya yang tinggi.
         Setelah itu keberangkatanku yang ketiga adalah ke Emirat Arab, yang keempat ke Yordania.                     
               
Bersambung...                              
            

Gamang

     Gue sendiri terkadang merasakan galau juga kayak anak ABG. Kadang gue gak tau, mau dibawa kemana hidup ini? mungkin orang lain juga mengalami perasaan kayak gitu. Bobby dan Gareng aja yang kerjaannya makan tidur, main internetan dan begadang hampir tiap malem, mikir juga, dan bertanya pada batin masing-masing. "Apakah hidup gue pengen begini terus?" 
     Buyung yang sehari-hari kerjaannya kadang sopir, kadang calo angkot, kadang markirin. Dudung yang dagangan korannya gitu-gitu aja, Kodok yang parkirannya gak ada kemajuan. Cheff Ary yang gonta-ganti kerjaan, Wowo yang sekarang jadi pengangguran. Mereka juga pasti bingung kalo mikirin hal ini, hidup gak maju-maju, umur tiap hari makin tua, sampe detik ini belom nikah-nikah, kerjaan masih acak-acakan. "Mau sampe kapan gue begini terus", gue juga kan pengen maju", begitulah hati mereka bicara... andai mereka jujur.
      Si Buras emang gak pernah cerita sama gue, tapi alur hidupnya gak jauh dari anak-anak yang laen. Mungkin lebih parah kaleee? Si Buras baru kerja tiga bulan di kantor riset, udah pindah. Satu bulan di asuransi, terus dua bulan di BIMBEL, udah pindah lagi. Udah gitu mematok gaji yang cukup tinggi, dengan pengalaman terbilang minim, weleh-weleh.
       Gamang juga bisa melanda saat cinta tak berbalas, jodoh tak kunjung datang, pekerjaaan gak mengalami kemajuan, apalagi saat terlilit hutang. Kalo gak kuat-kuat, bisa berubah jadi orang yang pesimis, gak pede sama diri kita sendiri. Kita bakal jadi orang yang kalah sebelum berperang.
       Kalo kehidupan gue sih, udah lumayan. Kerjaan ya udah lumayan. Lumayan kepanasan di jalanan, lumayan keringetan, lumayan kecapean  di lapangan, lumayan dimaki-maki atasan kalo target gak kesampaian, lumayan deg-degan kalo kerjaan banyak kesalahan, hehehe.

Selamat datang Engkau ramadhan

      Hawa puasa mulai terasa, Ramadhan semakin dekat. Rahmat, ampunan, dan pembebasan siksa neraka-pun akan digelar habis-habisan oleh Sang Rahman. pemilik keagungan, Tuhan semesta alam.

Hanya Satu Jam

     Hari kedua di bulan Ramadhan, masjid dan mushola masih terlalu sesak untuk bernafas. Hingga aku merasa lebih nyaman sholat tarawih di rumah. Namun rasa jemu tak mau pergi dari diriku. Kuhidupkan mesin Supra-X-125-ku, diiringi suara petasan di sudut gang, menuju Dafa & Davin Internet. Untuk main FaceBook, Youtube dan menulis catatan harian di blog.
      Entahlah, aku butuh sesuatu untuk memecah kebuntuan jiwa ini yang tak jelas arah. Tawa riang anak-anak kecil meramaikan suasana di warnet ini. Maklum masa liburan, anak-anak bebas bakal tidur malam. Ramadhan kali ini memang begitu komplet. Ada siaran langsung piala dunia, debat capres dan cawapres di TV, bersamaan dengan liburan sekolah.
       Deru mesin sepeda motor dan mobil seakan tak mau berhenti, tetap terdengar walaupun aku sudah memakai headset. Malam ini begitu ramai, menandakan hari yang tak pernah mati. Tapi sayang pemilik warnet sudah mewanti-wanti, "Hanya ada waktu satu  jam pak, warnet ini mau tutup jam 10". Weleh-weleh, warnet ini tutup dua jam lebih awal dari biasanya. Bukan berarti sudah tak butuh duit, "Mungkin sang pemilik warnet telah letih, mengingat pengunjung begitu ramai", pikirku, mencoba untuk ber-husnuzhon dalam hati.

Sabtu, 21 Juni 2014

Malam Minggu

     Tuhan... di gemerlapnya malam minggu aku masih termangu. Aku memainkan jemariku di keyboard komputer, sekedar membuat puisi atau prosa di blogku. Tak terasa sudah tiga jam lebih aku di warnet ini.. Kumencoba untuk selalu tegar, dan memelihara kebahagiaanku, walau tanpa seorang hawa yang mendampingi. 
      Setiap asa dan rasa jadi satu. Buat aku saat ini, mensyukuri hidup jauh lebih penting, ketimbang menuntut hidup. Berjalan dan terus berjalan, menulis dan terus menulis. Menjadi penghibur melalui pena adalah salah satu yang bisa aku dedikasikan buat sesama. Berharap jiwa-jiwa yang sedang bersedih, tak terus-terusan murung. Yang kecewa jadi tak patah arang. 
      

Doa Seorang Jomblowan

Wahai pemilik wanita di dunia
Mohon berilah  aku satu dari mereka
Di bumi-Mu, Indonesia
amiiin

Waktu oh Waktu (Dibuat pada Desember 2013)

       Waktu berjalan begitu cepat, secepat kilat. Perasaan baru kemaren ngerayain tahun baru 2012, eh... tau-tau sekarang udah akhir-akhir 2013? Orang bule bilang, "Time is money", waktu adalah uang. Artinya kalo kita menyia-nyiakan waktu, sama aja buang-buang uang. 
       Orang arab lebih ekstrim lagiii, mereka bilang, "Waktu adalah pedang", serem ya? Itu berarti, kalo kita gak bisa menggunakan waktu secara efektif, bakal nyesel seumur hidup. Karena kita bakal kepenggal dengan jaman. Orang-orang udah pada ke bulan, kita masih kutak-katik di situ-situ aja. 
        Orang luar sampe segitunya menghargai waktu, lha kita? seenal udel-nya  nyia-nyiain waktu. Ada yang berjam-jam ngobrol gak keruan, sampe kerajaan terbengkalai. ada yang begadang hampir tiap malam, hingga badan acak-acakan. 
       Tak terasa semuanya telah berubah karena perjalanan waktu. Gue mungkin termasuk orang yang udah tergerus dengan waktu. Buktinya sampe detik ini gue belom jadi apa-apa? nikah belom, karir gitu-gitu aja, tempat tinggal, ya  masih numpang sama sodara. 
        Kalo dibandingin sama temen-temen gue nih, gue gak ada apa-apanya bos. Temen-temen gue rata-rata udah pada sukses. Ada yang jadi pengusaha, perwira polisi, dokter, direktur, PNS, arsitek, minimal jadi pedagang yang laris.
        Gak disangka gak diduga, temen gue  si Ajun, sekarang udah jadi orang. Punya rumah, istri, anak, lha gue? baru mau nikah.... hehehe. Banyak temen gue saat ketemu , mereka udah enak, udah mapan. Sebenernya gue iri sih, kalo lagi reunian pada bawa anak istri, mobil, HP paling canggih.
      Beberapa dari mereka adalah pengusaha. Ada yang punya restoran, cafe, kios, conter, toko, bahkan ada yang punya perusahaan transportasi lhoo! Kayaknya mereka bahagia banget deh. Apa karena gue yang kurang bersyukur ya? ah, ga juga? gue aja yang ketingalan kaleee? hehehe.
        Dengan berjalannya waktu, mau gak mau, suka gak suka, perubahan itu pasti ada. Misalnya si Kiky, cewek paling cantik di kelas waktu SMP. Orangnya putih, tinggi, badannya berisi. Pas udah umur 30-an gak secakep dulu tuh! Si Nico, yang dulunya ganteng, kayaknya sekarang gantengnya udah ilang? Gue liat di Facebook-nya kepalanya botak, mana gendut? Tapi yang gue heran, si Nina malah tambah cakep? kayak artis tempo doeloe, Ida Royani, ckckckck.
        Setelah bertahun-tahun gak ketemu temen-temen lama, perubahan karena waktu pun terlihat mencolok. Bahkan sampe nyolok-nyolok mata. Karena diantara kita warna rambutnya udah banyak yang putih.

Kamis, 19 Juni 2014

Catatan Iseng tentang Piala Dunia

     Seiring dengan harga-harga sembako yang merangkak naik, tak terasa bulan Ramadhan semakin mendekati. Debat capres dan cawapres sudah dua kali di tayangkan di stasiun-stasiun televisi. Ajang kompetisi sepak bola, Piala Dunia 2014 pun tak mau kalah, ikut ambil bagian. 
     Saya termasuk orang yang bahagia, ketika Piala Dunia datang. Karena bakal terhibur oleh akselerasi-akselerasi para bintang di lapangan hijau. Wajah-wajah ganteng bak artis papan atas akan  mengolah si kulit bundar. Seperti Robin Van Persie, Iker Casillas, Karim Benzema, Javier Martinez atau Thomas Muller. Tapi banyak juga pemain-pemain bertampang seram asal afrika yang tampil di lapangan.
         Uji kualitas individu juga dipertontonkan, seperti Arjen Robben, yang saat ini dinobatkan sebagai pemain dengan sprint tercepat, yakni 37 km/jam. Gocekannya Lionel messi, tembakan jarak jauh Pirlo yang terkenal maut, geliat pemuda bertalenta, Neymar yang pandai mengecoh lawan.
        Berbagai macam gaya permainan pun di pamerkan, dari mulai permainan total football-nya Belanda, gaya sambanya sang tuan rumah, umpan panjang ala Inggris, permainan keras Afrika. Permainan cepat bak nafas kuda yang dimiliki Korea selatan, sampai permainan cantik gaya Italia ada di sini.
         Hajatan empat tahunan itu, kini di gelar di Negeri Samba, Brazil. Yang konon kabarnya sepak bola adalah agama kedua di negeri ini. Wajar adanya, karena di negara kelahiran Pele ini, ekspektasi masyarakat terhadap sepak bola sangat luar biasa. Orang bermain sepak bola bukan hanya di lapangan. Tapi bisa di depan rumah, di jalanan, di depan toko, di taman, di pantai, atau dimana saja. Suka-suka hati mereka yang memainkannya.

Rabu, 18 Juni 2014

Sia-sia

Ketika cinta ada, aku sia-siakan.
Aku adalah orang yang paling dungu yang pernah ada.
Aku terseret pada egoisme yang berkepanjangan,
sehingga menyesal, dan hidupku tak tentu arah.

Selasa, 17 Juni 2014

Ideku Beku

      Aku tak tahu harus menulis apa? tanganku kaku, ideku beku.  Aku juga tak tahu, harus berpikir bagaimana lagi? Kemanakah kau inspirasi? Rasanya aku ingin menyusuri bumi dan menembus batas-batas langit. Tuhan... kirimkanlah malaikat-Mu, agar membawa aku di sayapnya, terbang menuju ke negeri yang jauh. Di situ akan ada kedamaian yang aku impikan. 
    Laut oh laut, temani aku yang sedang kalut. Belai aku dengan ombakmu, menyusuri pantaimu yang elok. Awan... oh awan, naungi aku dengan putihmu. Selimuti aku dengan sejukmu. Bintang... oh bintang, kerlipmu menerangi hati yang dilanda kegalauan. Bulan, sinarmu ada harapan. Yang membuat tiap-tiap diri tidak tersesat. 
       Aku terombang-ambing dalam gelap. Rasanya ingin kupacu kuda besiku, mengitari isi bumi. Mengikuti hasrat hati yang tak terperi. Semuanya seakan buntu. Bagaimana  ini? batinku bertanya, entahlah, bertanya pada siapa? aku sendiri tak memahami.
        Rindu, rindu pada siapa? aku pun tak tahu. Adakah gadis yang dapat mencuri hatiku? 

Selasa, 10 Juni 2014

Cinta Bukan Matematika

       Cinta bisa membuat orang jadi kelihatan aneh. Contohnya, ada yang kayak anak kecil lagi, kayak si Mona orang Flores, jadi seneng mainan pintu geser di restoran, gara-gara jatuh cinta sama Mas Narto pegawai bioskop. Temen gue, si Buras juga gitu. Waktu itu si Buras lagi ngedeketin Nesya. Nah, pas abis latihan futsal si ganteng ini rencananya mau nembak Nesya, cewek putih, langsing dan berparas oriental. Si Buras janjiannya di kantin, Cowok tinggi ini pun menuju ke sana dengan grogi. Saking groginya... sampe enggak bisa ngomong, dan gak jadi nembak Nesya. Eh! dia malah nendang-nendang tong sampah? 
       Ada yang lebih aneh lagi gara-gara cinta. Ferdy yang tadinya bangun jam 12 siang, tiba-tiba bisa bangun jam 6 pagi. Tody yang tadinya males mandi... jadi orang yang super wangi. Gue yang kamarnya kayak kandang ayam, kalo lagi jatuh cinta, bisa bersih dan rapih kayak kamar pangeran. Tapi kalo udah putus cinta? kayak kandang ayam lagiii. Pelajar yang sedang jatuh cinta, tiba-tiba jadi rajin belajar. Karena takut keliatan bego di depan ceweknya. 
     Kalo gak salah, dulu gue pernah denger lagu dangdut yang judulnya, "Cinta bukan matematika". Gue pikir-pikir bener juga sih, yang paras wajahnya bernilai 9, belom tentu dapetnya yang 9 juga. Bisa jadi dapet pasangan yang nilainya 7, 6, 8, atau 5. ada cowok yang mukanya 6, dapet cewek yang nilainya 8. Enggak tentu juga siiiih, karena cinta bukan matematika. Enggak selalu cowok tinggi dapetnya cewek tinggi juga. Bisa jadi dapet pasangannya yang tergolong pendek. Contoh Yudis, cowok bertinggi 175 cm ini, dapet istrinya si Wiwi, yang tingginya 150 cm.
      Kita bisa ngomong begini-begitu tentang cinta, tapi tetap aja cinta berjalan dengan maunya cinta, bukan maunya kita. Dini, cewek yang gue bilang cakep aja, bisa takluk sama si Billy, cowoknya. Secara si Billy gak cakep-cakep amat? Masih cakepan juga gue? kata gue, gak tau deh kata orang-orang? hehehe. Enggak cuma itu, Billy juga ngelarang Dini makan es krim, fried chicken, dan makanan berlemak lainnya. Karena takut Dini jadi gendut dan gak cakep lagi.

Minggu, 08 Juni 2014

Andai Idul Fitri Tanpa Pesta

     Tak lebih dari sebulan lagi ramadhan akan datang. Tapi harga bahan-bahan pokok telah naik, tak ketinggalan harga rokok pun ikut merangkak naik. "PUSING", itulah satu kata bagi kaum tak berduit, saat menghadapi bulan puasa dan Idul Fitri. Hari raya yang agung, seakan menjadi tuntutan-tuntutan yang harus dipenuhi. Entah ini faktor budaya, kebiasaan masyarakat Indonesia, atau wabil khusus tradisi Warga Jakarta? 
      Hari Raya Idul Fitri, identik dengan baju baru, koko baru, sarung baru, ketupat, rendang, gulai daging dan opor ayamnya. Lha! apakah salah jika Idul Fitri memakai yang serba lama, seperti pakaian lama, sandal lama, atau sarung lama? Apakah salah jika Idul Fitri tanpa makanan high class yang berkolestrol tinggi? Lalu bagaimana dengan kaum papa, yang membuat makanan sederhana saja sudah kuwalahan? Semuanya serba dipaksakan, dan kalau tidak ada, pasti diada-adakan. Jangan heran kalau sehari setelah Hari Raya Idul Fitri, di warung-warung banyak orang yang membeli obat sakit kepala. 
      Sungguh ironi, Ramadhan yang seharusnya mengekang hawa nafsu, eh... pas hari suci malah melepas hawa nafsu. Pesta pora, foya-foya, dan hura-hura. Di tahun-tahun sebelumnya, semakin mendekati Idul fitri, tingkat kejahatan semakin menjadi-jadi, mulai dari penipuan, pencopetan, penodongan, sampai perampokan. Karena pelaku-pelakunya mengejar target, supaya rengekan anak-anaknya pakai baju baru, celana baru, sepatu baru terpenuhi. Dan hidangan di hari lebaran supaya lebih spesial dari biasanya. 
      Andai hari kemenangan tanpa kemewahan, mungkin Ibadah Ramadhan menjadi lebih bermakna? Andai Idul Fitri tanpa pesta, mungkin hati bisa lebih suci? sesuai dengan namanya Idul Fitri, kembali suci.

Sabtu, 07 Juni 2014

HIDUP INI ADALAH PILIHAN

       Kata Sumanto, hidup adalah pilihan. Mau tidur jam berapa, bangun jam berapa, gosok gigi pake merek pasta gigi apa? Gak gosok gigi juga gak apa-apa? paling bau jigong doaaang! Orang yang mau potong rambut aja nih... punya banyak pilihan. Mau model yang bagaimana? mau diponi, bondol, keriting, harajuku style, cepak, mohawk atau botak?
     Dari sebelum kita dilahirin aja... orang tua kita udah dihadapkan pada pilihan-pilihan untuk anaknya. Misalnya, mau dilahirkan dimana? di rumah sakit, bidan atau klinik? tapi ada juga siiih yang pilih dukun beranak, dasyaaat man
       Satu-persatu pilihan udah kita pilih dan jalani. Sampai hari ini kita masih menjadi kita, ya iyalaaah! masa jadi gorilla? Hidup ini bisa memilih, kayak radio aja yaa? kita bisa pilih chanel yang kita suka. Bisa dengerin berita, iklan, dan yang paling banyak sih acara musik. Ada rock, jazz, dangdut, RnB, or ska? Tapi ada saatnya semua chanel gak enak. Ya udah, matiin aja radionyaaa! hehehe. 
       Kalo orang kaya lebih enak lagi, bisa memilih hiburan yang mahal-mahal, secara orang kayo, ehh orang kaya gitu lhoo! Ada yang ke Taj Mahal di India. Dari namanya aja ada "MAHAL"nya, "MAHAL" juga ongkosnyaaa!

Rabu, 04 Juni 2014

Batavia

      Entahlah... aku  akan kemana? Seluruh bagian kota ini telah aku telusuri. Yang ada cuma bosan, bosan dan bosan. Mungkin aku sudah terlalu lama tinggal di kota ini? 36 tahun. Batavia, yang katanya Kota Metropolitan. Kota yang membuat orang-orang daerah penasaran, ingin datang dan mencoba peruntungan nasib di sini.
     Penatku menghalau segalanya, hingga aku  tak bergairah memulai sesuatu. Aku jadi orang yang paling malas di dunia. Terpekur aku melihat sekeliling, yang menurutku jadi tak menarik. Semuanya hampa, seperti hatiku yang kosong.
      Dimana yang namanya gairah? gairah seakan menelantarkan diriku sendirian. Sang kekasih telah pergi, yang bekasnya tak kan hilang ditelan jaman.Tak gairah menghadapi kemacetan, sepeda motor-sepeda motor bak laron merubungi gemerlapnya Ibukota. Mobil-mobil semakin menyesakkan jalan. Sampah-sampah seakan tak pernah lenyap dari Bumi Jakarta. Rumah-rumah kumuh sudah jadi pemandangan lumrah setiap hari. Asap dan debu menerpa diri tiada henti.
    Aku terhenyak dalam gelap, yang pekatnya menyelinap dalam sekat. Sepi, sepi, di sini aku sendiri. Bersembunyi dalam diri sendiri, yang mengisyaratkan pada orang lain, bahwa diriku baik-baik saja. Padahal jiwaku beku.