Jumat, 29 Mei 2015

'Bintang Kehidupan" (diary)

      Aku semakin bingung dengan langkahku. Semakin jauh langkahku, semakin bingung aku melangkahkan kaki ke tujuan selanjutnya. Sungguh, aku adalah orang tolol yang kian bingung harus berbuat apa. Kemanakah aku kan melangkah? diriku masih sepi. Sepi yang tak ada pelipur lara di sisi. Aku mahluk aneh dalam gempitanya dunia. Orang-orang sudah ke bulan, aku masih di sini-sini aja. Aku sendiri tak tahu, siapa aku?
     Kalau boleh meminjam kata dari Mas Deddy Dores, dari Syair lagu Bintang Kehidupan, "Jauh sudah langkahku, menyusuri hidupku, yang penuh tanda tanya. Walau hati bimbang... menentukan sikapku, tiada tempat mengadu. Hanya iman di dada, yang membuatku mampu... tetap tabah menjalani". Syair tersebut memang cocok buatku. Seorang lelaki yang sampai detik ini belum menemukan jati dirinya. 

Minggu, 17 Mei 2015

Kenapa di Saat Pagi?

   
        Ibu-ibu muda sibuk menyiapkan sarapan. Bekal panganan sudah dimasukkan ke dalam tas-tas anak-anak mereka yang akan berangkat ke sekolah. Diiringi siaran berita pagi di TV. Mba-mba tukang sayur berseliweran mengitari seisi kampung beserta gerobaknya yang setia. 
          Dalam suatu rumah ada mata-mata  membeliak. Kemarahan melanda mereka, dan wajah-wajah cemberut membuat kusut pagi. Apa yang terjadi pada kalian? Di saat burung-burung bernyanyi, kokok ayam bersahutan. Dan embun-embun masih tersisa di dedaunan, kalian sibuk membuat kegaduhan. Cerahnya pagi kian hilang, seperti tukang jamu yang lenyap di tikungan.
           Aku tak habis pikir, "Apakah kalian tak menyukai pagi? apa target dunia membuat kalian mumet? Sampai lupa dengan nikmat yang sudah   didapatkan sampai pagi ini. Kenapa di saat pagi? Apakah tak ada waktu lain?
          Sayang loh! pagi yang harusnya sumringah kok jadi marah-marah? 

Senin, 11 Mei 2015

Aku butuh embun, Tuhan...

Tuhan...
Ingin rasanya mengaji, di pegunungan yang tinggi.
Dimana kesejukan menyelimuti diri.
Aku butuh embun, Tuhan...
Embun yang bisa membuat keras hatiku tersirami