Persahabatan yang aneh. Persahabatan antara mantan seorang surveyor, tukang kebun, dan PHL (Pegawai Harian Lepas) di perpustakaan umum di Jakarta Selatan. Kadang kami tak mengerti, bahkan takkan pernah mengerti. Bagaimana kami bertemu, mengakrabkan diri, memulai obrolan, dan berkenalan. Semua mengalir begitu saja... tanpa skenario yang pasti.
Persahabatan mungkin tak memerlukan basa-basi, tapi bisa muncul jika satu sama lain saling berbagi, saling membantu, dan saling mendengar. Tak pandang ras, suku, agama, umur, background pendidikan, dll.
Aku (37) hanya lulusan SMA, Aki (40) mahasiswa Universitas Terbuka yang tak pernah lulus, dan Pak Riri (54) tak pernah mengenyam pendidikan apapun, beliau buta huruf. Tapi persahabatan tak memerlukan gelar atau pendidikan formal dari civitas akademika. Kami tak pernah saling menumpuk tangan dan bersorak tanda kekompakan. Kami tak memerlukan itu untuk menyatukan diri. Kami cuma pakai hati untuk saling mengerti.
Kami sering curhat satu sama lain, terutama aku yang hidupnya penuh masalah. Aki sering mentraktir aku dan Pak Riri makan ketoprak Nano, membayarkan kopi kami di warung Budeh. Aku dan Aki pernah membantu Pak Riri meringankan tugasnya melepaskan bendera-bendera dan umbul-umbul yang mengelilingi gedung perpustakaan, setelah peringatan 17-an berakhir. Saat musim hujan Pak Riri dengan sigap memindahkan helm aku dan Aki ke tempat yang aman.
Itu semuanya hanya sebuah catatan, agar kita selalu menghargai sebuah kepedulian. Kepedulian antara sesama kapan saja dan dimana saja. Karena disitu Kasih Tuhan akan turun, dengan melimpahkan segala rahmat-Nya. Amin.
Itu semuanya hanya sebuah catatan, agar kita selalu menghargai sebuah kepedulian. Kepedulian antara sesama kapan saja dan dimana saja. Karena disitu Kasih Tuhan akan turun, dengan melimpahkan segala rahmat-Nya. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar