Senin, 09 Februari 2015

Jakarta, siang 10 Februari 2015

     Azan zhuhur telah berkumandang, tanda hari berada di tengah-tengah siang. Langit baru saja berhenti meneteskan air matanya, setelah 2 hari terus menerus menyirami bumi, dan mentari baru berani menampakkan wajahnya. 
       Orang-orang kota mengutuk hari karena hujan yang tak henti-henti. Banjir melanda Jakarta. Kali Ciliwung meluap, istana  negara pun ikut terendam. Jl.R.Suprapto, Jl.S.Parman, daerah Cempaka Putih dan Kelapa Gading Kulihat beritanya di TV, kemarin sore saja air sudah sepinggang orang dewasa, apalagi sekarang? 

     Apakah langit lagi ngambek? apakah awan lagi senewen? Karena masyarakat modern lebih senang membangun mall ketimbang melindungi hutan. Pohon-pohon di kota tak diberi napas, karena batangnya ditempel semen dan beton, sehingga mudah sekali tumbang, ditambah lagi sampah-sampah yang dibuang sembarangan. 
        Kata budayawan Sujiwo Tejo dalam suatu acara di TV, "Tidak ada itu bencana alam, yang ada adalah bencana manusia. Kalau terjadi longsor, tanah turun mencari keseimbangannya, karena pohon-pohon ditebang. Jadi bukan  salah alam, tapi salah manusianya."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar