Rabu, 08 April 2015

"Patang Ewu Le!"

      Seperti biasa aku menyusuri sekitar Kali Pesanggrahan untuk berolahraga. Dengan setelan kaos oblong putih plus celana bola biru aku bejalan santai dengan bertelanjang kaki. Kali Pesanggrahan ini diapit oleh dua jalan hotmix (beton) yang cukup lebar, di sekitarnya ada danau-danau tempat penampungan air. Antisipasi Pemda DKI dalam mencegah banjir saat air kali meluap.
      Hatiku langsung tertuju pada danau yang paling sudut, danau berbentuk segi tiga dengan kedalaman maksimal 6 meter. Anda tau, apa sebabnya? Karena di sana ada tukang nasi uduk yang lumayan enak dan murah, hehehe. Danau ini dikelilingi semacam lintasan lari yang terbuat dari konblock. di belakang konblock ada tanaman-tanaman pelindung yang belum lama ditanam, sehingga belum rimbun. Di belakang konblock itulah langganan nasi udukku berada. Warung beratap terpal seadanya ini, cuma terdiri dari meja kayu bertaplak plastik bening, bangkunya berada di seberang konblock, beralas tanah berkerikil yang diselingi rumput-rumput. Posisinya berada di belakang danau.
      "Makan Bude!", pesanku. "Pake apa Le?". Pake orek, bihun, sama tahu isi". "Iki Le (ini nak)", sang bude menyodorkanku piring besar berwarna cokelat berisi pesananku. Hanya berisi setengahnya, karena bude tau, makanku tak pernah banyak. Bude sibuk melayani pembeli yang lain, maka aku mengambil sendiri air minum. Aku tuang air teh hangat dari teko alumunium ke gelas berwarna cokelat. Lalu aku duduk di tanggul danau.
        sambil menikmati suasana, enak juga. Kulihat orang-orang yang melintasiku, ada yang berlari-lari kecil, berjalan, ada yang berusia tua taupun muda. Ada ibu-ibu, bapak-bapak, dan ada juga anak-anak yang mengekori orangtuanya yang sedang jalan pagi. Mentari  mulai menyembul keluar, tanda pagi ini semakin cerah. Tak terasa nasi udukku telah habis. "Berapa Bude?",  tanyaku. "Patang ewu Le! (Rp 4000,- nak)", jawab Bude.  "Murah sekali harganya", benakku. Bude memang selalu berbahasa Jawa padaku, untungnya aku sedikit-sedikit mengerti Bahasa Jawa.
       Setelah acara sarapan selesai, aku melangkah menuju danau yang paling lebar. Menyusuri hotmix kembali, aku menuju ke arah barat. Di sebelah kanan kiriku ada paku bumi yang belum dipasang. Benda yang bentuknya seperti pinsil beton ini  jumlahnya ratusan, bahkan ribuan buah.


     
        

Tidak ada komentar:

Posting Komentar