Minggu, 08 Juni 2014

Andai Idul Fitri Tanpa Pesta

     Tak lebih dari sebulan lagi ramadhan akan datang. Tapi harga bahan-bahan pokok telah naik, tak ketinggalan harga rokok pun ikut merangkak naik. "PUSING", itulah satu kata bagi kaum tak berduit, saat menghadapi bulan puasa dan Idul Fitri. Hari raya yang agung, seakan menjadi tuntutan-tuntutan yang harus dipenuhi. Entah ini faktor budaya, kebiasaan masyarakat Indonesia, atau wabil khusus tradisi Warga Jakarta? 
      Hari Raya Idul Fitri, identik dengan baju baru, koko baru, sarung baru, ketupat, rendang, gulai daging dan opor ayamnya. Lha! apakah salah jika Idul Fitri memakai yang serba lama, seperti pakaian lama, sandal lama, atau sarung lama? Apakah salah jika Idul Fitri tanpa makanan high class yang berkolestrol tinggi? Lalu bagaimana dengan kaum papa, yang membuat makanan sederhana saja sudah kuwalahan? Semuanya serba dipaksakan, dan kalau tidak ada, pasti diada-adakan. Jangan heran kalau sehari setelah Hari Raya Idul Fitri, di warung-warung banyak orang yang membeli obat sakit kepala. 
      Sungguh ironi, Ramadhan yang seharusnya mengekang hawa nafsu, eh... pas hari suci malah melepas hawa nafsu. Pesta pora, foya-foya, dan hura-hura. Di tahun-tahun sebelumnya, semakin mendekati Idul fitri, tingkat kejahatan semakin menjadi-jadi, mulai dari penipuan, pencopetan, penodongan, sampai perampokan. Karena pelaku-pelakunya mengejar target, supaya rengekan anak-anaknya pakai baju baru, celana baru, sepatu baru terpenuhi. Dan hidangan di hari lebaran supaya lebih spesial dari biasanya. 
      Andai hari kemenangan tanpa kemewahan, mungkin Ibadah Ramadhan menjadi lebih bermakna? Andai Idul Fitri tanpa pesta, mungkin hati bisa lebih suci? sesuai dengan namanya Idul Fitri, kembali suci.

2 komentar:

  1. tensi lagi naik....eh....udah abis tulisan nya......
    mantap, Bosss...!!!

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehehe... justru itu... biar penasaraaan

      Hapus